Sabtu, 11 Oktober 2008

HARI KEBANGKITAN BUKU

Salam, kawan-kawan ini adalah catatan kecil
setelah di bangun lagi dari sakitnya.
Insyallah besok ia akan melaunching buku-buku
terbarunya di Rumah Dunia.
Datanglah. Disini kami berbahagia

Hormat Saya
Sekretaris Jendral Rumah Dunia
Aji Setiakarya


HARI KEBANGKITAN BUKU
Oleh Gola Gong

Acara: NGOBROL BARENG GOLA GONG
(Seputar Karir, Proses Kreatif, dan Peluncuran 6 Buku Terbaru)
Tempat: Rumah Dunia, Komplek Hegar Alam 40, Ciloang, Serang
Waktu: Minggu, 18 Mei 2008

Ada banyak hal yang luput dari kita. Misalnya "Hari Buku Nasional", 17
Mei kemarin. Sekitar 5 tahun lalu, Megawati selaku Presiden RI (2003)
meluncurkan proyek "Manca" (Taman Baca) di seluruh Indonesia; ada
sekitar 55 titik, termasuk di Kaligandu, Serang. Tapi, habis manis
sepah dibuang, tak kedengaran lagi. Lalu apa yang sudah kita lakukan
dengan "Hari Buku Nasional"? Apakah kita merayakannya seperti
merayakan ulang tahun kita? "Hari Buku" sebetulnya sangat bagus untuk
memotivasi kita menuju "kebiasaan membaca di rumah" (reading habbit).
Ya, semua harus dimulai dari rumah, termasuk memulai kebiasaan membaca.

Dan 20 Mei nanti, genap 100 tahun "Kebangkitan Nasional" yang
digasgas dr. Boedi Oetomo (1908). Kita sering merayakannya dengan
penuh semangat, tapi lupa "sebetulnya kita masih belum bagkit dan
tercerai-berai" . Yang bangkit biasanya para pejabat dan pengusaha,
sementara kita – rakyat – tetap terpuruk. Dulu Edward Douwes Dekker
(1913) dengan semangat "anti kolonialisme" , Bung Hatta dengan
"Indonesia Merdeka" (1928) di Pengadilan Den Haag yang menyerukan
"lebih baik mati daripada jadi budaj". Dan Soekarno dengan "Indonesia
Menggugat di Bandung" (1930) yang melawan Imprealisme dan menyuarakan
"kita harus merdeka dari para penjajah". Sekarang, apa yang sudah kita
lakukan sebagai anak muda? Bagaimana kita memaknai nasionalisme kita?

Dari 2 peristiwa itu, saya beserta relawan Rumah Dunia merayakannya
sebagai "HARI KEBANGKITAN BUKU". Kami tetap istiqomah mengurusi
pendidikan luar sekolah di Rumah Dunia, yaitu berupa gerakan literasi;
sastra, teater, film, dan rupa. Kami meyakini, dengan membaca "kelak
generasi Banten berikutnya akan mampu bersaing di kancah globalisasi".
Paradigma berpikir, bahwa "perut harus dinomorsatukan" perlu dibalik.
Kini "otak harus jadi prioritas". Jika otak kita terisi penuh dengan
bacaan (baca: wawasan), insya Allah, akan muncul insan-insan kreatif,
yang pasti akan mampu memecahkan dan menemukan solusi kesulitan hidup.
Kita harus yakin, dengan membaca buku kita pasti bisa makan. Buku bisa
serupa pancing; kita dituntut untuk kreatif mencari umpan dan ikan.
Jika kita masih menunggu umpan, kita akan jadi generasi bodoh dan
dungu, yang selalu minta disuapi.

Sebagai anak muda kita harus bangkit dan semangat. Sebagai anak muda,
kita harus segera berproses dari sekaarang. Lihatlah, betapa banyak
anak muda yang masuk kategori "generasi instan" sekarang. Mereka ingin
cepat sukses. Mereka tidak mampu memaknai, mengerti, dan memahami
sebuah proses. Orang-orang seperti itu ibarat sedang berdiri di
persimpangan. Mereka akan mengikuti kemana arah angin bertiup. Itulah
generasi latah. Generasi yang tidak mencintai diri sendiri. Semoga
semua yang ada di sini tidak termasuk seperti itu, karena kita
memiliki: CINTA. Itulah yang kami lakukan di Rumah Dunia.

Tetap semangat mencintai buku!
Rumah Dunia, Kampung Ciloang, 18 Mei 2008
Gola Gong - www.golagong. com

Tidak ada komentar: