Sabtu, 11 Oktober 2008

Ruh sebuah Penulisan

Ruh Sebuah Tulisan
Oleh Nursalam AR

* *

Sahabat, mari kita bicara soal dua karya sastra termasyhur di
Indonesia saat
ini. Yakni novel *Ayat-Ayat Cinta* dan *Laskar Pelangi.*

* *

Novel *Ayat-Ayat Cinta* karya Habiburrahman El Shirazy konon dicetak ulang
hingga lebih tiga puluh kali sejak pertamakali terbit pada 2004. Di layar
lebar, filmnya – meski banyak dinilai tak sesuai dengan isi novelnya
-- yang
digarap Hanung Bramantyo sukses memikat tiga juta orang untuk datang
menonton ke bioskop. Belum terhitung yang membeli DVD bajakannya.
Sementara
*Laskar Pelangi* karya Andrea Hirata juga tak kalah masyhur. Selain *
best-seller* nasional, dielu-elukan sebagai *The Indonesia's Most Powerful
Book* di berbagai *talkshow* termasuk di layar kaca, *Laskar Pelangi* juga
akan difilmkan dengan arahan Riri Riza. Sebuah catatan fenomenal mengingat
kedua novel itu notabene karya perdana kedua penulis muda tersebut.



Lebih mengagumkan lagi, *Laskar Pelangi* ditulis oleh Andrea Hirata yang
belum pernah membuat sepotong cerpenpun. Tak hanya itu, pemuda asli
Belitong
yang alumnus S-2 Perancis ini pun melengkapinya dengan tiga novel lain
yakni
*Sang Pemimpi, Edensor* dan *Maryamah Karpov*---yang secara keseluruhan
merupakan Tetralogi *Laskar Pelangi*. Habiburrahman yang santri Al Azhar
kelahiran Semarang juga membawa gerbong *Ketika Cinta Bertasbih 1 &
2*, *Pudarnya
Cinta Cleopatra*, *Di Bawah Mihrab Cinta *dan beberapa karya
*best-seller*lainnya yang juga bernafaskan religi romantis.



Namun tak ada karya manusia sesempurna kitab suci. Banyak kritik yang
datang
untuk kedua karya tersebut. Mulai dari tudingan mengeksploitasi cinta atau
poligami – seperti yang terkesan ditonjolkan dalam film *Ayat-Ayat
Cinta* –
hingga cibiran untuk *Laskar Pelangi* bahwa keberhasilannya semata-mata
karena trik pemasaran yang canggih. Kita pun mafhum bahwa keduanya
bukanlah
kitab suci yang agung dan tanpa cela. Namun kritik tak proporsional juga
ibarat racun. Melemahkan si orang sehat. Dalam hal ini berlaku kebenaran
pepatah 'makin tinggi pohon makin kencang angin menerpa'. Ini keniscayaan
hukum alam yang diguratkan Tuhan. Karya sastra sekaliber roman
*Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck*-nya Hamka atau *Belenggu *gubahan Armin Pane pada
zamannya juga dicap tak enak: picisan, cabul dan cengeng. Tetapi
perjalanan
waktulah yang menggosok intan agar cemerlang cahaya yang memancar.



Terlepas dari segala kontroversi yang ada, dengan arif, layak kita
bertanya
mengapa kedua novel karya dua penulis usia 30-an tersebut mampu
mengharubiru
jagad sastra sekaligus merambah ranah populer publik negeri ini?



Sekian banyak orang bersaksi bahwa *Ayat-Ayat Cinta* dan *Laskar
Pelangi*mengubah hidup mereka lebih tenang, lebih baik. Seperti halnya
karya-karya
besar yang membawa perubahan di dunia, sebut saja novel *Uncle Tom's
Cabin*buah karya Harriet Beecher Stowe (1852) yang menginspirasi
semangat
perubahan terhadap perlakuan rasis kaum kulit putih terhadap kulit hitam
atau berwarna di Amerika Serikat, novel-novel tersebut mengandung ruh
tulisan yang kuat yang mampu menyentuh hati dan menggerakkan pembacanya.
Sesuatu yang datang dari hati niscaya sampai ke hati.



Ruh, jiwa atau *soul *sebuah tulisan adalah hasil internalisasi visi,
emosi,
dedikasi, pengalaman, logika, wawasan, *elan vital* (semangat) kontemplasi
dan keterampilan teknis seorang penulis. Porsi keterampilan teknis di sini
barangkali hanya sekian persen. Karena unsur-unsur lain yang lebih condong
mengetuk perasaan atau kalbu justru bisa jadi lebih dominan. Di
samping juga
ia memenuhi syarat-syarat ketertarikan pembaca dengan sebuah tulisan: *
novelty* (kebaruan, misalnya tema yang baru dan berbeda dari
mainstream), *
similarity* (kemiripan dengan keseharian hidup mayoritas pembaca) dan *
visionary* (memiliki pandangan jauh ke depan).



Ruh sebuah tulisan adalah virus yang menular. Ia seperti energi --dalam
hukum Kekekalan Energi Newton—yang tak dapat musnah namun berubah bentuk.
Energi dari sebuah tulisan karena pancaran energi cita-cita atau semangat
sang penulis yang terejawantahkan melalui kata sampailah ke pembaca dalam
bentuk inspirasi. Terciptalah keajaiban-keajaiban. Histeria gadis-gadis
berjilbab untuk berfoto bersama Kang Abik –panggilan populer Habiburrahman
dan berbagai testimoni tentang peningkatan iman para pembaca Muslim, atau
tobat totalnya seorang pecandu narkoba setelah membaca karya Andrea
Hirata.
Merekalah yang hati-hatinya telah tersentuh, tercerahkan.



Hati nurani, demikian nama lengkap hati, menurut Nurcholish Madjid,
berasal
dari kata bahasa Arab, "*nur*" yang artinya "cahaya". Hati adalah tempat
cahaya bersemayam, yang menerangi kegelapan logika. Sementara ilmu adalah
cahaya, yang sejatinya berjodoh di hati. Jika keduanya bercumbu itulah
perkawinan kimiawi yang serasi.



Di sisi lain, seseorang dapat menjadi aktivis Marxisme tulen setelah
membaca
*Das Capital*-nya Karl Marx. Barangkali dedikasi Marx selama setiap hari
dalam 20 tahun berkutat di perpustakaan umum – dengan biaya hidup disokong
rekannya, Friedrich Engels – untuk menyusun *Das Capital* menjadikan
energi
kemarahannya terhadap kapitalisme dan kemiskinan tersalurkan tuntas dan
meradiasi sebagian pembacanya. Inilah yang harus diakui secara
*fair*kebenaran makna pepatah bahasa Arab,
*man jadda wa jada*, siapa berusaha keras maka ia akan memperoleh
hasilnya.
Siapapun pelakunya.



Di ujung spektrum lain, banyak penulis menimba energi Ilahiah melalui olah
kontemplasi kepada Tuhan, Zat Tertinggi, sang *causa prima* yang
menggerakkan semesta sebagai sumber inspirasi. Para ulama, misalnya Sayyid
Quthb – dengan *Tafsir Fi Zhilalil Qur'an* – terbiasa melakukan sholat
tahajud sebelum mulai menulis. Sementara Barbara Cartland, yang populer
dengan novel-novel romantisnya, melakukan ritual berdandan sedemikian rupa
sebelum menulis. Semata-mata demi memompa kepercayaan diri, menimba energi
kepenulisan.



Maka punyailah visi ketika menulis, alirkan emosi dan semangat
sejadi-jadinya, dan berjibakulah ketika melahirkan sebuah tulisan. Seperti
jihad seorang ibu saat melahirkan anaknya. Karena kita adalah ibu dari
'anak-anak' tulisan kita. Bahkan kita adalah 'tuhan' atas segala tulisan
kita. Ingatlah, Tuhan tak pernah lelah mencipta semesta. Itulah energi
Ilahiah atau profetik yang semestinya jadi sumur inspirasi sejati agar
kita
punya stamina dan nafas panjang dalam karir kepenulisan.



Karena apapun caranya, menulis tak beda dengan berolahraga. Ia butuh
energi.
Jika energi pendorong lemah alhasil yang lahir hanyalah tulisan yang
alakadarnya, loyo, dan tidak punya ruh atau *soul*. Jika ia manusia,
tulisan
semacam itu hanyalah mayat, yang tak bernyawa. Atau bahkan bangkai.
Percayalah, seperti kata Dale Carnegie, *no one kick the dead dog*. Tidak
ada yang peduli dengan bangkai. Sederet karya di atas dipuji sekaligus—ada
yang--dicaci-maki karena mereka hidup, bernyawa.


Kampung Melayu, 24-25 Maret 2008*www.nursalam.multiply.com*

--
-"When there's a will there's a way"
Nursalam AR
Translator & Writer
021-91477730
0813-10040723
http://nursalam.multiply.com
YM ID: nursalam_ar

Tidak ada komentar: