Sabtu, 11 Oktober 2008

penulis profesi rendahan, masa sih???

Nah, kalau anak-anak di negara maju justru banyak yang bermimpi hendak
menjadi petugas pemadam kebakaran. Dalam imaji anak-anak tersebut,
profesi pemadam kebakaran terlihat luar biasa karena menyandang
nilai-nilai agung seperti kepahlawanan. keberanian berkorban,
petualangan yang menegangkan, dan kebajikan untuk menolong sesama
manusia yang tengah dirundung malang.
Wajar saja jika kemudian kewiraswastaan -- yang memiliki nilai
unggulan mirip profesi pemadam kebakaran itu -- kemudian menjadi
profesi yang paling dibanggakan di negara maju, baik di belahan Barat
(terutama Eropa Barat dan Amerika Serikat) maupun Timur (khususnya
Jepang, Rusia, dan Cina).
Salah satu jenis usaha kewiraswastaan adalah profesi penulis!
Kewiraswastaan menjadi amat dihargai, karena para wirausahawan adalah
individu-individu yang memiliki keberanian mengambil resiko menjalani
ketidakpastian langkah kehidupan. Individu- individu yang semata-mata
esensi kepuasaan batin dalam upaya mengais rejekinya diperoleh dengan
mewujudkan sesuatu hal baru: dari tiada menjadi ada, dari abstrak
menjadi konkrit. Soekarno, misalnya bisa disebut sebagai wirausahawan
politik, karena sanggup menghadirkan imaji ke-Indonesia- an menjadi
sesuatu yang kasat mata melalui strategi pembacaan teks proklamasi.
Wirausahawan pun beragam jenisnya, dari pedagang kaki lima yang
berjualan sambil berjalan kaki hingga konglomerat yang berangkat ke
kantor menggunakan pesawat carteran atau milik pribadi.
Soal meraup kekayaan memang misteri Tuhan (bergantung pada hoki).
Selanjutnya barulah kreativitas, disiplin, fokus, kenekadan,
ketekunan, kerja keras dan .... pergaulan. Khusus di Indonesia, materi
(kekayaan) akan lebih mudah diperoleh melalui ajang pergaulan, saling
bersosialisasi, berafiliasi, bahkan bila perlu berpatronase dengan
figur-figur terpandang di bidang pemerintahan, bisnis, politik, media
massa, apalagi kalangan penerbitan.
Manusia Indonesia rata-rata memang suka gaul. Ini realitas yang tidak
mungkin dinegasikan. Sehingga bagi penulis yang punya niatan mengais
rejeki lumayan, mau tak mau, ia perlu meluaskan cakrawala
pergaulannya, rajin bertandang ke sana ke mari, bersahabat dengan
banyak orang. Intinya sedikit merubah kepribadian dari seseorang yang
cenderung "introvet sejati" yang kesehariannya berkutat dengan huruf,
kata dan bahasa, menjadi "ekstrovet sesaat" yang riang dan sedikit
pandai bercanda. Seseorang yang seolah-olah tidak terlampau serius.
Ini sekadar topeng pergaulan untuk menambah penggemar dan nilai jual.
Tak ada salahnya bukan?
Di samping itu, perlu pula pemahaman akan segmentasi pasar yang hendak
dituju, apakah pasar masih menerima atau sudah jenuh? Bahasa dan alur
nalar seperti apa yang mudah dicerna pasar? Kalangan mana yang
menyukai gaya bertutur kita? Jangan terlupakan pula mengenai
spesialisasi penulisan apa yang hendak dijadikan ciri khas selaku
identitas.
Jika Remy Sylado menulis, maka semua orang sudah bisa memperkirakan ia
pasti akan mengedepankan tema-tema seputar kebudayaan, teater, musik,
semantik, puisi dan sastra. Seorang Rhenald Kasali pastilah akan
menulis tentang manajemen.
Pernah terjadi seorang seniman sekaligus dosen di fakultas sastra
menulis tentang kritikan ekonomi di sebuah koran terpandang. Nyatanya
walau bahasanya sangat bagus, tetapi nalarnya centang perenang, Ah,
sungguh kasihan!
Oh ya, bukankah profesi penulis itu dalam konsep Ilmu Ekonomi termasuk
kategori produk jasa ? Oleh karenanya, untuk menambah nilai jual
sebuah karya penulisan, jangan sepelekan keserasian penampilan diri.
Sayangnya masih cukup banyak penulis yang berpenampilan acak-acakan.
Pernah ada ekonom yang bilang, bahwa nilai jual produk jasa lazimnya
akan terkait pula dengan pancaran aura yang melekat di balik
penampilan fisik sang pembuat produk itu. Semakin kuat aura semakin
mahal nilai rupiahnya, bahkan bisa melampaui nilai riilya.
Sebagai ilustrasi, di milis ini patut kiranya dilontarkan pujian untuk
foto Jonru yang terpampang sedemikian atraktif, lugas, eksploratif,
serasi, dan dinamis. Walau dengan tampilan kostum terbilang sederhana:
hadir tersirat aura ketulusan sekaligus kecerdasan.


Ivana The wrote:
Penulis..Profesi Rendahan? Coba kita balik sebentar saat kita kecil
waktu ditanya cita-cita kita. Jawabannya pasti bervariasi, mulai dari
Dokter (profesi favorit orang tua untuk anaknya), Pilot (profesi keren
karena bisa keliling dunia..gratis, malah digaji lagi), Guru (Enak,
bisa menjewer kuping para murid), arsitek (biar bangun rumah besar),
sampai Pebisnis Sukses (Biar punya banyak uang). Terus, ada nggak yang
pernah mendengar jawaban penulis?

Saya sudah suka menulis sejak kecil tapi jujur saja, waktu kecil, saya
ingin menjadi Pengacara supaya bisa membela yang lemah (kecil-kecil
idealis,hehehe. ..) tapi, seiring dengan berjalannya waktu, cita-cita
saya malah kandas di tengah jalan karena...kurangnya minat. Saat saya
SMA, saya kemudian masuk jurusan IPA, biar lebih banyak pilihan waktu
kuliah tapi akhirnya masuk Fakultas ekonomi juga (nggak konsisten,ya? ).
Nah, jurusan ekonomi yang saya pilih ini otomatis menggambarkan masa
depan saya yang harusnya jadi karyawan sebuah kantor atau pedagang
(profesi favorit orang tua saya) tapi, saya kok malah memilih jadi
penulis,ya?
Kembali lagi waktu saya masih kecil. Mengapa saya tak mengatakan
penulis sebagai cita-cita saya padahal saya suka menulis? Jawabannya,
karena waktu itu, saya yang masih anak-anak belum tahu kalau penulis
adalah sebuah profesi dan menganggap bahwa itu adalah sebuah bentuk
penyaluran ide saja. Tentu saja pemikiran saya itu bukan tanpa alasan
karena di pikiran kebanyakan orang tua, penulis memang bukan profesi
menjanjikan sehingga kurang disosialisasikan pada anak-anaknya. Kini,
apakah memang profesi penulis serendah itu?
Saya pernah bilang ke mama saya kalau saya akan menjadi penulis dan
anda tahu apa kata mama saya? Dia bilang kalau saya nggak akan pernah
bisa hidup dari menulis. Waktu saya mendengarnya, telinga saya lumayan
panas namun, saya tak bisa membalas apa-apa karena saat itu saya belum
mendapatkan penghasilan yang lumayan dari menulis (sekarang juga masih
belum,hikz!! ). Lalu, anda mungkin bertanya, mengapa saya bisa begitu
yakin bahwa saya bisa hidup dari menulis, profesi yang selalu dianggap
rendah bagi sebagian besar orang tua?
Saya tahu bahwa menulis itu adalah jalan hidup saya justru saat saya
jadi mahasiswa fakultas Ekonomi. Ceritanya ni, saya sering iseng
ikutan Lomba Penulisan NonFiksi yang diselenggarakan di kampus dan
ternyata, secara mengejutkan, saya memenangkan sebagian besar
perlombaan yang saya ikuti sehingga memberikan penghasilan bagi saya
bahkan, saya pernah berkunjung ke Kupang secara gratis hanya karena
Karya Tulis Ilmiah saya tentang pembajakan harus dipresentasikan di sana.
Saat itu, benar-benar membuka mata saya karena saya ternyata bisa
hidup dari menulis dan mulai saat itulah, saya sudah jarang meminta
uang dari orang tua saya.
Kini, saya berada di sini, walaupun belum mendapatkan penghasilan
tetap, saya berusaha untuk membuktikan kalau saya bisa jadi penulis
karena bagi saya, penulis adalah profesi paling bergengsi sedunia.
Mengapa?
Alasannya sederhana, karena saya AMAT SANGAT menyukainya dan itulah
yang membuat saya begitu menghormati profesi ini. Lagian, kini dunia
sudah berubah. Profesi sebagai Pekerja Kreatif sudah lebih dihargai.
Buktinya, dalam majalah Cita Cinta yang saya baca, berdasarkan survey
pada 240 pembacanya :
8.8% memilih Dokter sebagai Profesi Impiannya
9.2% memilih Dosen/Pengajar sebagai Profesi Impiannya
9.5% memilih Model/Pemain Sinetron/Penyanyi sebagai Profesi Impiannya
15.8% memilih PNS sebagai Profesi Impiannya (mm...)
24.2% memilih Wiraswasta sebagai Profesi Impiannya dan akhirnya,
32,5% memilih Pekerja Kreatif sebagai Profesi Impiannya.
See? Kini jaman sudah berubah, kita yang nantinya akan menjadi orang
tua harusnya bisa memperkenalkan menulis sebagai salah satu karir yang
memiliki prospek untuk masa depan. Penulis itu profesi hebat karena
pada dasarnya, banyak penulis yang kaya hanya dari menulis. Sebagai
contoh, lihat saja JK Rowling (Penulis Favorit saya) yang menjadi
wanita terkaya di Inggris hanya dari menulis Harry Potter. Belum lagi
ada Habbiburahman El Shazy yang terkenal dengan Novel Ayat-Ayat Cinta
dan Andrea Hirata dengan novel Laskar pelangi yang mendulang emas di
negara kita. Berarti, penulis itu pekerjaan yang menjanjikan, dong?
Pada akhirnya, saya tutup artikel ini dengan kata-katanya Doris Lessing :
Tanpa aku, industri buku takkan ada; Para Penerbit, agen,
sub-agen,sub- sub agen, akuntan, pengacara, penuntut, fakultas sastra,
profesor, tesis, buku kritik, pengulas, halaman-halaman buku-semua
struktur luas yang berkembang biak ini ada karena orang kecil yang
dihina, disepelekan dan dibayar kurang ini
(Susah deh, jadi orang penting,hehehe. ..)

Mau lebih banyak info tentang penulisan? Kunjungi :
http://ivana- dee.blogspot. com

1 komentar:

Ivana mengatakan...

hai..makasih ya sudah memuat cerita saya di blog kamu...HIDUP PENULIS!!