Sabtu, 11 Oktober 2008

memebumikan sejarah dengan ramuan novel

idak menutup kemungkinan, bagi banyak orang sejarah merupakan serangkaian
pengetahuan masa silam yang lumayan sulit dan merepotkan bagi penikmatnya
untuk meniti keabsahan yang benar-benar orisinal.

Semisal sejarah dalam konteks Indonesia, dewasa ini "sejarah" yang
disajikan
pemerintah mengalami kemprosotan dan kegamangan dalam mempercayakan
karyanya
kepada publik, setelah munculnya karya-karya sejarawan yang konon sempat
terbungkam akibat kondisi perpolitikan dimasa orde baru (orba) dan baru
berani eksis setelah masa orde baru digantikan orde reformasi.

Ironisnya, para penikmat sejarah yang beraroma ke-Indonesia-an mulai
kebingungan dan memunculkan berbagai benih kecurigaan terhadap berbagai
karya-karya sejarah, khususnya sejarah yang memotret situasi dan kondisi
Indonesia pada masa kolonial penjajah dan pasca penjajahan bumi
pertiwi ini.

Berbeda dengan penulis-penulis sejarah Indonesia yang kini mulai kesulitan
menyajikan kebenaran karya-karya sejarahnya kepada publik, Nancy Farmer
bersama novelnya yang berjudul The Sea Of Trolls ini, tergolong sukses
dalam
menyajikan sejarah atau peristiwa yang terjadi pada sekitar tahun 773
masehi
di Inggris, kepada pembaca. Cerita sejarah yang diramu dengan bumbu-bumbu
penyedap ala novel pada umumnya ini, laris manis dipasaran buku dan
mendapat
berbagai penghargaan dari berbagai penilai buku-buku bertaraf dunia.

Walaupun tidak secara menyeluruh dalam menyajikan sejarah kehidupan masa
silam di Inggris, Nancy Farmer dalam menginformasikan kehidupan di daratan
Eropa, sebelum ditemukannya masa Aufklarung (pencerahan) pada abad ke-17,
terasa jelas seperti halnya buku-buku sejarah yang selama ini dikenal
publik. Hanya saja dalam menceritakannya, Nancy tidak memperjelas bahwa
novel yang diangkatnya berangkat dan berlatar kehidupan didaratan
Eropa yang
masih jauh dari ditemukannya masa revolusi industri.

Kehidupan bangsa Barbarian masa itu dikenal sebagai bangsa yang bangga
dengan kebodohannya dan masih suka mengarungi kehidupannya dengan cara
berperang dan menaklukkan bangsa lain. Bahkan mereka akan lebih bangga
apabila kematiannya berakhir pada saat peperangan dan kecewa ketika
kematiaannya selain dimedan peperangan walaupun luka-luka yang
mengantarkan
kematiaannya diperoleh pada saat peperangan.

Dikisahkan, segerobolan bangsa Viking yang melabuh dipantai lautan Troll
dengan berbagai peralatan, senjata dan seperangkat pakaian anti senjata
tajam (pada masa mereka) bertujuan merebut segala barang-barang
berharga dan
segala binatang ternak penduduk yang terlihat makmur.

Mereka merebut secara paksa dan tidak segan-segan membunuh, membakar serta
membumi ratakan daerah yang didatanginya. Apabila menemukan manusia yang
dinilai bisa memberikan kemanfaatan, mereka akan menangkap dan mengikatnya
diawak kapal yang kemudian dibawa berlayar dipulau lain dan menjualnya
apabila mampir dipulau yang terdapat transaksi jual beli budak.

Melabuhnya bangsa Viking yang terlihat bergerombol-gerombol disertai
dengan
riuh tawa dan jeritan serta tangisan penduduk desa disekitar pantai Troll
pun mengundang perhatian seorang Bard (julukan salah seorang pendeta) yang
sedang mengajar Jack (muridnya). Mengetahui hal itu, Bard dan Jack
bergegas
turun gunung dan menuju desa keduanya. Dengan penuh meyakinkan, Bard dan
Jack berhasil mengajak penduduk desa untuk menyelamatkan diri dan harta
benda dari bangsa Viking menuju pegunungan yang diselimuti hutan
belantara.

Dihutan yang belum dijamah oleh tangan-tangan jahil manusia itu, Jack
berusaha mempraktekkan ilmu yang telah ia pelajari dari Bard, sebuah ilmu
sihir yang mampu mendatangkan kabut yang tebal dan menutupi segala yang ia
inginkan selama yang ditutupinya tidak keluar dari garis yang telah ia
buat
sebelumnya. Usaha Jack pun berhasil, semua bangsa Viking yang berseliweran
disekitar hutan tempat penduduk desa mengungsi, sama sekali tidak melihat
bahkan mencium bau manusia yang berada didalam perlindungan sihir Jack.

Tapi sayang, ketika bangsa Viking belum begitu jauh meninggalkan area
pengungsian, adik kesayangan Jack yang bernama Lucy sudah keluar dari
garis
batas sihir yang telah dibuat Jack. Sehingga, Lucy pun terlihat oleh
pandangan beberapa gerombolan bangsa Viking yang kemudian menangkap dan
membawanya kekapal untuk digabung bersama tawanan-tawanan yang lain.
Sementara, Jack baru mengetahui tragedi itu setelah keadaan aman dan
bangsa
Viking sampai dipantai.

Dengan sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya setelah mengeluarkan energi
untuk
mengelabuhi bangsa Viking dengan sihir, Jack berlari dan mengejar adiknya
untuk diselamatkan dari bangsa Viking tadi.

Ironisnya, Jack yang masih kepayahan itu ketahuan dan dikeroyok oleh
bangsa
Viking hingga tak berdaya. kemudian diikat bersama-sama dengan
tawana-tawanan yang lainnya. Dilain tempat, Bard yang ilmunya jauh diatas
Jack terserang penyakit hingga tak berdaya untuk membantu Jack dalam
menyelamatkan Lucy.

Setelah menempuh pelayaran yang cukup lama, bangsa Viking yang
diketuai oleh
Olaf menjual semua tawanan-tawanan yang barusan ia peroleh disebuah pasar
Budak. Semua tawanan terjual laris, walaupun masih ada beberapa
tawanan yang
tidak laku karena memiliki kecacatan fisik dan belum cukup umur untuk
dijadikan sebagai budak, Olaf pun tetap memperoleh banyak keuntungan yang
kemudian dibagi-bagi bersama semua angotanya.

Sementara tawanan yang tidak laku jual dijadikan budak sendiri oleh
Olaf dan
anggotanya dalam berlayar serta mencari mangsa jajahan, termasuk Jack dan
Lucy yang tidak laku jual gara-gara belum cukup umur untuk menjadi budak.
Tetapi situasi dan kondisi berkata lain, ketika awak kapal Olaf
terpontang-panting akibat derasnya hujan dan badai serta halilintar yang
menyambar-nyambar kapal mereka. Potensi Jack yang memiliki ilmu sihir pun
diketahui oleh Olaf. Sehingga Jack diminta bantuan oleh Olaf untuk
menenangkan keadaan dan mengembalikan seperti sediakala.

Melihat permintaan Olaf yang begitu serius, Jack pun memanfaatkannya untuk
melepas tali ikatan dirinya dan Lucy kemudian setelah berhasil meredakan
semuanya keduanya harus diberi makan. Karena kekhawatiran dan
ketakutan yang
begitu mencekam, Olaf pun terpaksa menyetujui semuanya. Jack dan ilmu
sihirnya yang sebenarnya belum sempurna itu, mulai beraksi. Semua
angin dan
halilintar itu diputar balik oleh Jack, yang kemudian mejauh dari awak
kapal. Tak lama kemudian hujan pun reda dan keadaan kembali tenang.

Karena merasa tugasnya selesai, Jack menagih janji kepada Olaf. Tapi
sayang,
Olaf mendustai janjinya dan mengembalikan Jack dan Lucy pada posisi
semula.
Bahkan mengabari Jack bahwa Lucy akan dijadikan hadiah oleh Olaf kepada
ratunya yang berada disebuah pulau. Penyesalan dan kegundahan Jack pun
kembali bersarang dihatinya.

Setelah melanjutkan pelayaran hingga beberapa mil dari tempat
kejadian, alam
yang melihat kejadian itu seakan tidak tega dan kemabali mengganggu
pelayaran Olaf. Kabut putih yang begitu tebal sedikit demi sedikit
menghampiri awak kapal yang menyebabkan Olaf dan anak buahnya kehilangan
arah untuk melanjutkan pelayaran. Kali ini Jack juga dihantui ketakutan
sebagai mana Olaf dan anak buahnya.

Dengan permintaan dan janji akan dipenuhi, Olaf meminta Jack kembali
menyelamatkan mereka. Dengan perasaan yang takut pula Jack kembali
memanfaatkan sihirnya dengan mendatangkan angin untuk mengusir kabut yang
menutup pandangan seluruh penghuni kapal. Jack kembali berhasil.

Sebelum ketakutan Olaf dan anak buahnya mereda, Jack mendahului gertakan
dengan mengancam akan mengembalikan kabut tersebut apabila keinginan Jack
tidak terpenuhi. Sambil menonton anak buah Olaf yang membersihkan dan
merapikan awak kapal yang berantakan, Jack dengan perasaan yang sebenarnya
masih ketakutan menikmati imbalan pemberian Olaf dan baru menyadari bahwa
ketika proses mengundang angin dan mengusir kabut, ternyata ditemani
seekor
burung Gagak yang ia kenal dan diakrabinya ketika berguru kepada Bard
disebuah gua diperbukitan.


Dari situlah diam-diam Jack meyakini dan berkesimpulan bahwa sihirnya yang
masih mentah itu dibantu oleh Gagak peliharaan gurunya. Bahkan bersama
Gagak
itu Jack berhasil memadukan ilmu sihirnya untuk meloloskan diri dan
membebaskan adik kesayangannya dari cekalan bangsa Viking dan menghindar
dari sasaran calon persembahan kepada ratunya Olaf.

Membaca novel sejarah setebal 543 halaman ini, pembaca akan dibuai Nancy
Farmer bahwa yang diceritakannya ternyata menyimpan serpihan-serpihan
sejarah bangsa Eropa masa silam dan bisa ditelusuri dan dicocokkan dengan
buku-buku sejarah yang pernah menceritakan kehidupan sekitar tahun 733 di
Eropa. Sebuah cara baru dalam membumikan sejarah kepada publik ini lah
yang
menjadikan Nancy sebagai sejarawan yang menyamar dan digandrungi
masyarakat
serta menjadikan sejarah sebagai ilmu pengetahuan yang tidak bosan untuk
dipelajari dan dinikmati.


*

Tidak ada komentar: